Sabtu, 05 Mei 2012

Kurikulum


Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.  
            Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi(SI), proses, kompetensi lulusan(SKL), tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian.
Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP.
Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
A.    Landasan Permendiknas
·         UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 38 (2).
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor kementrian agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
·         PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.
a.         Pasal 16 (1) penyusunan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
b.         Pasal 17 (2) Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan kementrian yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTS, MA, dan MAK.
a.                  Analisis
Setelah membaca pasal-pasal yang ada di PP No. 19 Tahun 2005, maka kami menganalisis isi dari PP tersebut antara lain:
ü  Pendidikan formal adalah terdiri atas pendididkan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
ü  Standar kelulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampiilan.
ü  Standar proses berkaitan dengan pembelajaran pendidikan.
ü  Sarana pembelajaran yang dapat menunjang pendidikan antara lain : lapangan olahraga, mushola/ masjid, perpustakaan, laboratorium, tempat bermain, temoat rekreasi, dan sebagaianya.
ü  Kurikulum adalah seperangkat rancangan pembelajaran yang ada di setiap sekolah agar pembeljaran menjadi terarah dan sesuai dengan yang di harapkan pihak sekolah dan pemerintah.
ü  Penilaian ahir adalah proses pengukuran hasil belajar siswa.
ü  Evaluasi pembelajaran pendidikan merupakan penjamin mutu pendidikan.
b.                  Visi
Visi peraturan pemerintah pada No. 19 Tahun 2005 adalah :
ü  Mewujudkan sisitem pendidikan sebagai perantara sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara indonesia agar berkembang menjadi manusia yang berkulitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
ü  Menjadi dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawaasaan pendidkan dalam rangka mewujuudkan pendidikan masyarakat yang bermutu.
c.                   Tujuan
Tujuan dari peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005, adalah menjamin mutu pendidkan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan memebentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan, dan pengembangan prestasi diri.
·         Permendiknas N0. 22/2006 tentang Standar Isi.
a.                  Analisis
Permendiknas No. 20 Tahun 2006, berisikan tentang kerangka dasar sebuah kurikulum, struktur kurikulum, kurikulum tingkat satuan pendidkan, kalender pendidikan, prinsip pelaksanaan kurikulum, dan prinsip pengembantangan kurikulum.
b.                  Visi
ü  Permendiknas No. 22 Tahun 2006 adalah mewujudkan sisiem pendidikan yang baik sesuai keputusan menteri pendidikan.
ü  Melaksaanakan pembelajaran dengan sistem yang di tentukan pemerintah yang berpaku pada silabus.
c.                   Tujuan
Tujuan dari dibuatnya peraturan menteri No. 22 Tahun 2006 yaitu agar terjadi keselarasan antar semua sekolah seperti yang di harapkan ooleh Pemerintah dan UU.
·         Permendiknas No. 23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
·         Permendiknas No. 24/2006 dan No. 6/2007 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/2006.
·         Permendiknas N0. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
a.                  Analisis
Dari permendiknas No. 41 Tahun 2007 yang berisikan tentang standar proses satuan pendididkan dasar dan menengah dapt kita analisis bahwa:
Dalam proses pembelajaran meliputi pembuatan silabusdan  rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)  yang membuat membuat identitas mata pembelajaran, standar kompetensi, Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar (KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar pengawasan proses pembelajaran.
a)                  Pemantauan
1.      Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2.      Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawacara, dan dokumentasi.
3.      Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
b)                  Supervisi
1.      Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.
2.      Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan, dan konsultasi
3.      Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan.
c)                  Evaluasi
1.      Evaluasi proses pembelajaran dilakukan untuk menentukan kualitas pembelajaran secara keseluruhan, mencakup tahap perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.
2.      Evaluasi proses pembelajaran diselenggarakan dengan cara:
·           membandingkan proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dengan standar proses,
·           mengidentifikasi kinerja guru dalam proses pembelajaran sesuai dengan kompetensi guru.
3.      Evaluasi proses pembelajaran.
b.                  Visi
Visi pendidikan nasional adalah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
c.                   Tujuan
Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.
·         Permendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana.
a.                  Analisis
Setelah mengkaji dari persturan menteri No.24 Tahun 2007, maka kami dapat menganalisis materi tersebut tentang:
Ø  Lahan  yang di gunakan dalam membuat sekolah tingkat dasar dan sekolah menengah harus terhindar dari pencemaran udara, pencemaraan air, kebisingan,
Ø  Setiap bangunan harus meniliki fasilitas yang sangat memadai seperti air bersih, pembuangan samapah, pintud arurat, instilasi listrik, telephon, dsb
Ø  Sekolah harus memiliki fasilitas penunjang antara lain : ruang kelas, laboratorium IPA, ruang guru, ruang pemimipin, ruamg tata usaha, mushola, wc, lapangan olahraga, lapangan bermain, ruang UKS, gudang penyimpanan, perpustakaan, ruang sirkulasi,
Ø  Satuan pendidikan untuk tingakat seolah dasar, minimal 6 samapai 224 siswa
Ø  Setiap satu desa harus memiliki satu buah sekoalha dasar atau madrasah ibtidaiyah.
Ø  Setiap satu kecamatan harus memiliki minimal satu sekolah tingkat menengah pertama.
b.                  Visi
Visi dari peraturan menteri No. 24 Tahun 2007 adalah memfasilitasi semua sekolah agar dapat menunjang pembelajaran agar lebih baik.
c.                   Tujuan
Tujuan dari peraturan menteri No. 24 Tahun 2007 adalah mempermudah pengajar memberikan pelajara kepada siswa, dan mempermudah atau mempercepat sisiwa memahami sebuah pelajaran.
·         Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan.
a.                  Analisis
Dalam peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2007 menerangkan tentang:
v  Tujuan sekolah dan madrasah
v  Visi tiap sekolah
v  Rencana tahunan setiap sekolah
v  Struktur organisasi setiap sekolah
v  Penerimaan peserta didik
v  Penyusunan kurikulum
v  Penilaian hasil sosial
v  Tanggung jawab pengajar dan staf sebuah sekolah
v  Pengelolaan prasarana sekolah
v  Akredasi sekolah
ü  Kelebihan (Strength) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
 Kelebihan-kelebihan Permendiknas No. 19 Tahun 2007 ini antara lain:
1.      Merupakan salah satu penjabaran dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan terutama berkaitan dengan satandar pengelolaan pendidikan yang seharusnya dilaksanakan oleh satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di wilayah hukum negara kesatuan Republik Indonesia.
2.      Memberikan batasan-batasan berupa standar minimal yang harus dipenuhi oleh satuan pendidikan dasar dan menengah sehingga memberikan arahan yang jelas bagi pelaksanaan dan pengembangan dalam pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional. Standar minimal ini merupakan starting point yang dapat dijadikan pijakan oleh sekolah/madrasah yang unggul dalam mengembangkan potensinya dan dapat dijadikan arah tujuan pencapaian pelaksanaan pengelolaan pendidikan oleh sekolah/madrasah yang masih berkembang dan memiliki keterbatasan.
3.      Mendorong terwujudnya otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan. Sebagai contoh, jika dilihat dari aspek kurikulum, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. Permendiknas No. 19 Tahun 2007 ini turut memberikan pijakan dan arahan bagi pengembangan kurikulum oleh tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah. Sesuai dengan kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sekolah diwajibkan menyusun kurikulumnya sendiri yang memungkinkan sekolah/ madrasah menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya dan dapat disesuaikan dengan kearifan lokal.
4.      Ditinjau dari aspek standar perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpian sekolah/ madrasah dan standar sistem informasi dan manajemen yang dituangkan dalam Permendiknas No. 19 Tahun 2007, hal ini mendorong pengelolaan pendidikan yang dilaksanakan setiap tingkatan satuan pendidikan yang terdiri dari para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan serta memayungi dan memberikan kesempatan bagi masyarakat dan orangtua untuk berpartisipasi dalam menentukan arah kebijakan pendidikan di sekolah.
ü  Kelemahan (Weakness) Permendiknas No. 19 Tahun 2007
Permendiknas No. 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang diberlakukan di Indonesia di samping memiliki kelebihan-kelebihan juga memiliki kelemahan-kelamahan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang diharapkan mampu menjabarkan Permendiknas No.19 Tahun 2007 pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Sebagai contoh jika dilihat dari aspek kurikulum, pola penerapan KTSP terbentur pada masih minimnya kualitas guru dan sekolah, sarana dan prasarana pendukung. Sebagian besar guru belum bisa diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan ide-ide kreatif untuk menjabarkan panduan kurikulum itu (KTSP), baik di atas kertas maupun di depan kelas. Salah satu penyebabnya antara lain masih rendahnya kealifikasi akademik tenaga pendidik dan kependidikan.
2.      Pengelolaan satuan pendidikan dasar pada jenjang sekolah dasar (SD) menurut Permendiknas No.19 Tahun 2007, dibedakan dengan pengelolaan pada jenjang sekolah menengah pertama (SMP/ M.Ts) dan sekolah menengah atas (SMA/ MA). Hal ini mengandung banyak konsekuensi dan kelemahan bagi pengelolaan di SD/MI terutama bagi pengelolaan di SD komplek (dalam satu tempat terdiri dari beberapa SD). Pada SD komplek, sudah sepatutnya mulai dipertimbangkan untuk dikeluarkan kebijakan pengelolaan sekolah satu atap yang dipimpin oleh seorang kepala sekolah saja, hal ini sebagai bentuk efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pengelolaan pendidikan di SD sehingga untuk SD komplek dapat diterapkan menejemen pengelolaan seperti yang diterapkan di SMP/M.Ts dan SMA/SMK/MA.
3.      Kurangnya pembinaan dan sosialisasi Permendiknas No. 19 Tahun 2007 di tingkat kecamatan. Hingga saat ini masih saja ada kepala sekolah dan guru yang belum pernah membaca dan belum mengerti mengenai Permendiknas No. 19 Tahun 2007. Pertanyaannya adalah, apakah mungkin standar minimal pengelolaan pendidikan oleh satuan dasar dan menengah dapat dilaksanakan jika sumber daya manusianya tidak memahaminya bahkan tidak tahu sama sekali.
Beberapa faktor kelemahan di atas harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar pemberlakuan Permendiknas No.19 Tahun 2007 tidak hanya akan menambah daftar persoalan-persoalan yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita. Jika tidak, maka pemberlakuannya hanya akan menambah daftar makin carut marutnya pendidikan di Indonesia.
ü  Rekomendasi
Untuk menangani permasalahan tersebut, perlu diambil langkah-langkah kebijaksanaan baik mengenai implementasi Permendiknas No.19 Tahun 2007. Langkah-langkah kebijaksanaan yang ditempuh antara lain sebagai berikut:
1.      Perlu diciptakan sistem informasi yang dapat mengkomunikasikan/memantau perkembangan pelaksanaan Permendiknas No.19 Tahun 2007 pada berbagai daerah diseluruh tanah air.
2.      Meningkatkan kemampuan dan keterampilan profesionalisme (Pembina, pengawas/ penilik, kepal sekolah, guru) agar Permendiknas No.19 Tahun 2007 dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
3.      Mencukupi fasilitas pendukung pelaksanaan Permendiknas No.19 Tahun 2007 baik oleh masyarakat maupun pemerintah (buku, alat pendidikan, dan sarana pendidikan lainnya).
4.      Meningkatkan kesejahteraan bagi para pelaksana pendidikan agar berfungsi sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
5.      Menciptakan kondisi yang kondusif yang dapat memberikan kemungkinan para pelaksana pendidikan menjalankan tugasnya secara kreatif, inovatif, dan bertanggung jawab.
6.      Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap kondisi sekolah.
b.                  Visi
Visi yang terkandunng dalam perarturan pemerintah No. 19 Tahun 2007 adalah menciptakan sisiem pendidikan nasional dan melaksanakan sisitem pendididkan dengan profisional sesuai dengan peraturan yang terkandung dalam UU.
c.                   Tujuan
Tujuan peraturan menteri No. 19 Tahun 2007 adalah mewujukan sistem pembelajaran yang efektif, dan berkualitas sebgai awal pembalajaran dini.
·         Permendiknas N0. 20 Tahun 2007 Standar Penilaian Pendidikan .
B.     Prinsip Pengembangan KTSP
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
C.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Menimbang :
Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 35 ayat (4) , pasal 36 ayat(4), pasal 37 ayat(3), pasal 42 ayat (3), pasal 43 ayat (2), pasal 59 ayat (3) , pasall 60 ayta(4) , dan pasal 61 ayat (4). Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang System Pendidikan Nasional , perlu menetapkan peraturan pemerintah tentang standar Nasional Pendidikan ,
Mengingat :
1.      Pasal 5 ayat (2) Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesia tahunn 1945 .
2.      Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ( Lembaga Negara tahun 2003 Nomor . 78, tambahan lembaran Negara Nomor 4301)                                                         
Memutuskan  :
Menetapkan : Peraturan Pemerintah Tentang Standar Nasional Pendidikan .
·         Ketentuan Umum
Pasal 1
           Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan  :
1.    Standar nasional pendidikan adalah criteria minimal tentang system pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara kesatuan Republik Indonesia
2.    Pendidkan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang ynag terdiri atas pendidikan dasar, menengah , dan pendidikan tinggi .
3.    Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat di laksanakan secara struktur dan berjenjang .
4.    Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap pengetahuan dan keterampilan .
·         Lingkup, Fungsi dan Tujuan
Pasal 2
1.      Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi :
a.         Standar isi
b.         standar proses
c.         standar kompetensi kelulusan
d.        standar pendidik dan tenaga kependidikan
e.         standar sarana dan prasarana
f.          standar pengelolahan
g.         standar pembiayaan
h.         standar penilaian pendidikan
i.           Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
2.      Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah dan berkelanjutan sesuai dengan tuntunan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
·         Standar Isi
Pasal 5
           Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Bagian Kedua
Pasal 6
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum.
           Kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.         kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b.         kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
c.         kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.        kelompok mata pelajaran estetika.
e.         kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
·         Standar Proses
Pasal 19
           Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menanatang, memotivasi, peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa. kreativitas dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
·         Standar Kompetensi Lulusan
Pasal 25
           Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.



·         Standar Pendidik dan Tenaga Pendidik
Pasal 28
           Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
·         Standar Sarana dan Prasana
Pasal 42
           Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang memiliki  perabot, peralatan pendidikan , media pendidikan , buku dan sumber belajar lainnya , bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang di perlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan
·         Standar Pengelolahan
Pasal 49
Standar pengelolaaan oleh satuan pendidikan :
           Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan manajemen berbasis sekolah yang di tunjukan dengan kemendirian , kemitraan , partisipasi , keterbukaan dan akuntabilitas .
·         Standar Pembiayaan
Pasal 62
           Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi biaya operasi , dan biaya personal .
·         Standar Penilaian Pendidikan
Pasal 63
           Penilaian pendidikan pada jenjang jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a.    Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b.    Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik
c.    Penilaian Hasil belajar oleh pemerintah



·         Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
Pasal 73
           Dalam rangka pengembangan, pemantauan , pelaporan pencapaian satandar Nasional pendidikan dengan peraturan pemerintah ini di bentuk Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
·           PERMENDIKNAS Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Menteri Pendidikan Nasional,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Mengingat :
1.      Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301).
2.      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
3.      Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006.
4.      Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20/P Tahun 2005;
Memutuskan:
Menetapkan : Peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia tentang standar pengelolaan pendidikan oleh satuan pendidik dasar dan menengah .

Pasal 1
1.        Setiap satuan pendidikan wajib memenuhi standar pengelolaan pendidikan yang berlaku secara nasional.
2.        Standar pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
·           PERMENDIKNAS nomor 20 tahun 2007 tentang standar penilaian pendidikan dengan rahmat  tuhan yang maha esa menteri pendidikan nasional,
Menimbang :
Bahwa dalam rangka mengendalikan mutu hasil pendidikan sesuai standar nasional pendidikan yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, perlu menetapkan Standar Penilaian Pendidikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional;
Mengingat :
1.        Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496).
2.        Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006.
3.        Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun 2004 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31/P Tahun 2007.
Memutuskan :
Menetapkan : Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Pasal 1
1.        Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan  menengah dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku secara nasional.
2.        Standar penilaian pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Sabtu, 10 Desember 2011

Keistimewaan Berwudhu (Psikoterapi Wudhu)

Wudhu seperti yang kita ketahui merupakan cara untuk menghilangkan hadas kecil. Wudhu dilakukan ketika akan melaksanakan shalat dan ibadah-ibadah lain. Yang menjadikan wudhu sebagai syaratnya, sehingga shalat dan ibadah-ibadah lain itu menjadi tidak sah, jika pelakunya tidak dalam keadaan suci (berwudhu).
Para ahli fikih mengartikan wudhu sebagai pekerjaan menggunakan air yang dibasuhkan pada anggota-anggota badan tertentu yang diawali dengan niat disertai cara yang khusus. Terkait dengan tata cara berwudhu, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,” (QS Al-Maidah [5]: 6).
Cara khusus tersebut meliputi syarat, sesuatu yang membatalkan, sunnah, dan cara berwudhu. Cara khusus ini menjelaskan akan pentingnya wudhu dilihat dari segi lahiriah supaya wudhunya menjadi sempurna dan tidak meninggalkan sedikit pun faktor-faktor yang menjadi wudhu sah.
Wudhu juga menjadi pelebur setiap dosa-dosa yang dilakukan oleh umat muslim. Pada setiap basuhan terkandung doa-doa yang dapat menghilangkan dosa kecil. Hal ini telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah Saw, “Ketika seorang muslim sedang berwudhu dan membasuh wajah, maka keluarlah setiap dosa-dosa yang dibuat oleh kedua matanya dari wajahnya bersama tetesan air yang jatuh.
Saat ia membasuh kedua tangan, maka keluarlah setiap dosa-dosa yang dilakukan kedua tangannya bersama dengan tetesan air yang terakhir. Saat membasuh kedua kakinya bersama tetesan air sehingga ia terbebas dari dosa-dosa sehabis berwudhu.”
Dibalik semua hal di atas, wudhu ternyata memiliki banyak manfaat bagi kejiwaan seseorang. Wudhu memiliki efek penyegaran, membersihkan badan dan memulihan tenaga. Wudhu tidak hanya membersihkan tubuh dari kotoran, tetapi juga membersihkan jiwa dari kotoran. Wudhu juga memiliki dampak fisiologis, seperti tubuh lebih rileks. Hal ini terbukti bahwa dibasuhnya tubuh dengan air sebanyak lima kali sehari akan membantu dalam mengistirahatkan organ-organ tubuh dan meredakan ketegangan fisik, juga menetralkan kondisi psikologis yang tidak stabil.
Terkait manfaat wudhu pada sisi psikologis seseorang, Rasulullah Saw bersabda, “Marah itu sebagian dari perilaku setan dan setan itu tercipta dari api. Api akan padam dengan air, bila kalian marah maka berwudhulah!” Marah adalah suatu reaksi emosional akut yang ditimbulkan oleh suatu rangsangan dari luar atau dalam diri seseorang, yang disertai dengan perasaan tidak suka yang sangat kuat. Berdasarkan hadis di atas, orang yang sedang marah sangat dianjurkan untuk berwudhu agar marahnya menjadi reda.
Wudhu juga merupakan sebuah terapi dengan menggunakan air. Dalam dunia kedokteran, terapi air telah lama dikenal. Simon Baruch (1840-1921) seorang dokter dari Amerika telah menciptakan sebuah teori yang dikenal dengan hukum Barunch. Teori ini menjelaskan bahwa air memiliki daya penenang jika suhu air sama dengan suhu kulit, sedangkan bila suhu air lebih tinggi atau rendah, maka ia akan memberikan efek stimulasi atau merangsang saraf. Pengobatan air atau hidroterapi memiliki beberapa manfaat dan efek, yang akan disebutkan sebagai berikut:
1. Berendam atau menyeka tubuh dengan air dingin akan memberikan efek mendinginkan dan merangsang saraf tubuh atau bagian tubuh. Sebab, air dingin akan mengerutkan kapiler.
2. Menyeka dengan air dingin dan air hangat secara bergantian akan merangsang sistem kardiovaskuler.
3. Berendam dalam air atau mandi di pancuran yang hangat akan berkhasiat melemaskan semua otot tubuh.
4. Mandi air hangat akan melemaskan jaringan dan berefek pada kapiler-kapiler di kulit. Hal ini karena banyak darah dari jaringan yang akan ditarik ke kulit. Di samping itu, air hangat juga dapat mengurangi rasa nyeri.
5. Berendam dan mandi air hangat dalam waktu pendek berkhasiat menghilangkan rasa lelah dan menghilangkan ketegangan.
6. Mandi dan menyeka dengan air dingin atau air hangat akan menjinakkan saraf kulit dan saraf organ-organ intern. Saat ini banyak orang menggunakan air sebagai terapi untuk mempengaruhi kejiwaan seseorang, terbukti dengan banyaknya pusat kebugaran yang menggunakan efek air.
Sedangkan menurut Emoto, seorang ahli dari Yokohama, menyebutkan bahwa air memiliki rahasia tersendiri. Air mampu menerima ungkapan manusia baik positif maupun negatif dan kemudian ia membentuk sebuah kristal seperti bunga yang merekah indah, atau potongan permata. Bentuk yang indah tadi tampak di mikroskop. Setelah melalui proses “pendinginan” air lalu diberikan kata-kata atau ungkapan yang positif. Namun, bila kata-kata atau ungkapan yang diberikan itu berupa kalimat negatif, maka air tidak dapat menampakkan keindahannya.
Menurutnya, air juga dapat merespons beraneka ragam bahasa dunia, seperti bahasa Inggris, Perancis, Arab, Cina, Korea, Jerman, Itali, dan lainnya. Air juga sensitif terhadap suatu bentuk energi yang sulit dilihat, ini disebut Hado. Bentuk energi yang sulit dilihat inilah yang dapat mempengaruhi kualitas air dan kristal air yang terbentuk. Semua benda yang ada di dunia ini memiliki gelombang Hado. Energi ini bisa berbentuk positif dan negatif, dan mudah dipindahkan dari satu benda ke benda lainnya.
Penelitian Emoto membuktikan bahwa Hado dapat mengubah air. Apabila kita berbicara kepada air dengan sikap positif dan penuh penghargaan, maka air pasti akan berubah. Bahkan, air dalam danau yang besar pun bisa berubah, dan air dalam tubuh manusia juga bisa berubah.
Dibalik kesederhanaan cara berwudhu tersimpan keistimewaan yang sangat bermanfaat bagi keadaan lahiriah dan bathiniah kita. Wudhu menjadikan kita terbebas dari segala kotoran, baik kotoran lahir maupun bathin. Dengan berwudhu membantu emosi kita yang sedang tidak segar menjadi segar kembali. Dengan berwudhu menjadikan kita lebih bersyukur atas air yang digunakan untuk wudhu tersebut karena air pun memiliki manfaat dan keistimewaan yang sangat luar biasa.

Sumber:
Hisham Thalbah. 2008. Ensiklopedia Mukjizat Alquran dan Hadis 4. Bekasi: Sapta Sentosa

Sabtu, 03 Desember 2011

IDP Jangan Sedih

ku tak berusaha sadarkanmu
bahwa hanyalah diriku
yang paling mencintaimu
sampai nanti

tapi tak pernah kamu mengerti
tetap kamu ingin putus
untuk lebih memilihnya
daripada kamu memilih ku selama hidupmu

jangan sedih bila aku nanti
dapatkan kekasih yang lain
yang lebih sempurna dibanding kamu
yang pasti ku lupa

sungguh kamu pasti menyesali
keputusanmu saat ini
tuk meninggalkanku, melepaskanku
yang tak mungkin lagi kembali

tapi tak pernah kamu mengerti
tetap kamu ingin putus
untuk lebih memilihnya
daripada kamu memilih ku selama hidupmu

Source: http://liriklaguindonesia.net/indah-dewi-pertiwi-jangan-sedih.htm#ixzz1fXg8uUr0

Sabtu, 26 November 2011

Psikologi dalam Meningkatkan Motif dan Motivasi Individu (klien)



Psikologi merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologi dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku klien yang perlu diubah atau dikembangkan apabila ia hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
Secara sederhana dapat diberi batasan bahwa tingkah laku adalah gerak-hidup individu yang dapat dirumuskan dalam bentuk kata kerja. Jenis dan jumlah tingkah laku manusia terus berkembang sesuai perkembangan budaya mereka. Suatu tingkah laku merupakan perwujudan dari hasil interaksi antara keadaan interen individu dan keadaan eksteren lingkungan.
Latar belakang psikologis, berhubungan dengan hakikat siswa sebagai pribadi yang unik, dinamik dan berkembang, dalam upaya mencapai perwujudan diri. Secara psikologis setiap siswa memerlukan adanya layanan yang bertitik tolak dari kondisi keunikan masing-masing.
Psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk keperluan bimbingan dan konseling sejumlah daerah kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang :
1. Motiv dan motivasi
2. Pembawaan dasar dan lingkungan
3. Perkembangan individu
4. Belajar, balikan dan penguatan
5. Kepribadian
A. Psikologi dalam Meningkatkan Motif dan Motivasi Individu (klien)
Motif adalah dorongan yang menggerakan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup pada diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakan orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu sendiri. Dengan demikian, suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat sembarangan atau acak, melainkan mengandung isi atau tema sesuai dengan motif yang mendasarinya.
Para ahli umumnya sepakat akan adanya dua penggolongan motif, yaitu motif yang bersifat primer dan yang bersifat sekunder. Motif primer didasari oleh kebutuhan asli yang sejak semula telah ada pada diri setiap individu sejak ia terlahir ke dunia, seperti kebutuhan untuk menghilangkan rasa lapar dan haus serta kebutuhan akan udara bersih. Kebutuhan-kebutuhan tersebut secara mendasar harus terpenuhi, sebab kalau tidak, tantangannya adalah maut. Motif primer itu ada pada setiap orang atau sering kali pemenuhannya tidak dapat ditunda-tunda.
Apabila motif primer melekat pada diri individu sejak awal keberadaan individu tersebut, motif sekunder tidak demikian. Motif sekunder tidak dibawa sejak lahir, melainkan terbentuk bersamaan dengan proses perkembangan individu yang bersangkutan. Motif sekunder ini berkembang berkat adanya usaha belajar. Karena belajar individu terdorong untuk melakukan berbagai hal, seperti berpakaian, melukis, bereaksi, melakukan penelitian, menyimpan uang di bank, mengumpulkan benda-benda antik, berjualan, merangkai bunga, memakai dasi, dan lain sebagainya. Dibanding dengan motif primer yang jenis dan jumlahnya dapat dihitung dengan jari itu, jenis dan jumlah motif sekunder boleh dikatakan tidak terhitung dan cenderung terus berkembang sesuai dengan berkembangnya peradaban manusia. Makin tinggi peradaban sekelompok manusia makin beranekaragamlah motif-motif sekunder yang ada dikalangan kelompok manusia itu, sedangkan motif-motif primernya tetap, yaitu makan, minum, dan bernafas. Keterkaitan antara motif primer dan sekunder bahwa sering kali motif-motif sekunder berkembang justru untuk terpenuhinya dengan lebih baik motif-motif primer.
Motif yang telah berkembang pada diri individu merupakan sesuatu yang laten pada diri individu itu, yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan mendorong terwujudnya suatu tingkah laku. Motif yang sedang aktif, biasa disebut motivasi, kekuatannya dapat meningkat, sampai pada taraf yang amat tinggi. Oleh karena itu sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau tinggi, atau ada orang yang amat bersemangat melaksanakan suatu tindakan (tingkah laku), atau bahkan menggebu-gebu, sebaliknya ada yang semangatnya rendah atau kendur. Semuanya itu menggambarkan kuat-lemahnya motif yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksudkan.
Motivasi erat sekali hubungannya dengan perhatian. Tingkah laku yang didasari oleh motif tertentu biasanya terarah pada suatu objek yang sesuai dengan isi atau tema kandungan motifnya. Berkenaan dengan kaitan antara motif dan objek tingkah laku, dikenal adanya motif yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Motif intrinsik dapat ditemui apabila isi atau tema pokok tingkah laku bersesuai dengan atau berada di dalam isi atau tema-tema pokok objek tingkah laku itu. Sedangkan motif ekstrinsik dapat dijumpai apabila isi atau tema pokok tingkah laku tidak bersesuaian atau berada di luar isi atau tema pokok objeknya. Dalam motif ekstrinsik, objek tingkah laku seolah-olah hanya menjadi sekedar jembatan atau perantara bagi terjangkaunya isi atau tema pokok yang lain di luar isi atau tema pokok objek langsung tingkah laku tersebut.
Di samping adanya motif intrinsik dan ekstrinsik, dalam kenyataan di masyarakat berkembang motif dengan sifat yang berbeda. Misalnya, seorang ibu memberi makan seorang pengemis yang kelaparan. Motif intrinsiknya ialah agar pengemis itu terbebas dari rasa laparnya, sedangkan motif ekstrinsik (mungkin itu ada pada diri si pemberi makan) ingin agar dirinya (si pemberi makan itu) dinggap sebagai dermawan yang pemurah dan baik hati.
Ada motif lain yang dapat dikembangkan di balik tingkah laku seseorang. Selain motif intrinsik dengan ekstrinsik sebagaimana dijelaskan tersebut, pada perbuatan memberi makan pengemis dapat dikembangkan motif menolong sesama manusia yang menderita. Di kalangan orang-orang yang iman dan ketakwannya tinggi kepada Tuhan yang Maha Esa, berkembang kesadaran bahwa semua perbuatan hendaknya didasari oleh keimanan dan ketakwaan. Semua perbuatan hendaklah diniati untuk ibadah, yaitu sebesar-besarnya melaksanakan perintah dan menghindari larangan Tuhan. Setiap perbuatan sekecil apapun perbuatan itu, hendaknya dilandasi motif beribadah. Dalam prakteknya sehari-hari, motif beribadah itu diwujudkan dalam doa yang diucapkan sebelum sesorang melakukan sesuatu agar perbuatannya itu diterima dan diridai oleh Tuhan. Kekuatan motivasi beribadah itu akan semakin terasa bagi orang yang bersangkutan apabila ia benar-benar menghayati dan menginternalisasi makna doa itu.
B. Psikologi dalam Memahami Pembawaan dan Lingkungan setiap Individu
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi mental fisik tertentu. Apa yang dibawa sejak lahir itu sering disebut pembawaan. Dalam artinya yang luas pembawaan meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk dan warna rambut, golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat, bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu. Kerentanan terhadap penyakit tertentu sering kali juga dikaitkan dengan pembawaan. Pembawaan itu diturunkan melalui pembawa sifat yang terbentuk segera setelah sel telur dari ibu bersatu dengan sel sperma dari ayah pada saat konsepsi.
Kondisi yang menjadi pembawaan itu selanjutnya akan terus tumbuh dan berkembang. Namun pertumbuhan dan perkembangan itu tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Untuk dapat tumbuh dan berkembangnya apa-apa yang dibawa sejak lahir itu, diperlukan prasarana dan sarana yang semuanya berada dalam lingkungan individu yang bersangkutan. Prasarana dan sarana itu dapat berupa makanan, perlengkapan pendorong dan pemelihara kesehatan, sentuhan sosio-emosional, kelengkapan belajar dan latihan, serta suasana yang memungkinkan berlangsungnya pertumbuhan dan perkembangan itu. Optimalisasi hasil pertumbuhan dan perkembangan isi pembawaan itu amat tergantung pada tersedia dan dinamika prasarana serta sarana yang ada di lingkungan itu.
Kadang-kadang masih terdengar juga perdebatan tentang peranan pembawaan dan lingkungan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu. Mana yang lebih dominan peranannya, pembawaan atau lingkungan? Penelitian dalam bidang psikologi pada dasarnya menunjukkan bahwa di antara kedua fakta itu (pembawaan dan lingkungan) yang satu tidak mendominasi yang lain (Sutton-Smith, 1979). Sejak dari rahim ibu sampai dengan usianya yang lebih lanjut, seorang makhluk manusia, dalam proses pertumbuhan dan perkembangan setiap saat membutuhkan unsur-unsur yang ada dalam pembawaanya dan lingkungannya. Penelitian Jensen misalnya (dalam Sutton-Smith, 1973) menegaskan bahwa faktor yang menentukan tinggi-rendahnya intelegensi seseorang adalah interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Dalam kaitan itu pada umumnya tidak dapat diketahui kondisi pembawaan yang asli (yaitu pembawaan yang sama sekali belum dipengaruhi oleh lingkungan). Apa yang dapat diketahui ialah hasil interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Demikian juga untuk pertumbuhan fisik, bakat, minat, dan ciri-ciri kepribadian.
Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidaklah sama. Ada pembawaan yang tinggi, sedang, kurang, dan bahkan kurang sekali. Kadang-kadang kita jumpai individu dengan intelegensi yang amat tinggi (jenius). Bakat yang amat istimewa atau pembawaan yang luar biasa bagusnya itu merupakan anugerah dari Tuhan. Sebaliknya kadang-kadang kita jumpai individu dengan intelegensi yang amat rendah. Pembawaan yang luar biasa indahnya itu juga merupakan amanah dari Tuhan, untuk tidak disia-siakan dan untuk mendapatkan penanganan yang memadai sesuai dengan kemuliaan kemanusiaan.
Demikian juga lingkungan. Ada individu dan lingkungannya sangat baik, ada yang sedang-sedang saja, dan ada pula yang lingkungannya berkekurangan. Keadaan yang ideal adalah apabila seseorang memiliki sekaligus pembawaan dan lingkungan yang bagus. Lingkungan seperti itu dapat amat menunjang pengembangan bakat yang tinggi, sehingga hasilnya dapat diharapkan sangat tinggi pula. Tinggal dua hal yang perlu diperhatikan bagi pengembangan individu yang beruntung itu, yaitu terjaganya kondisi lingkungan yang dinamis-positif dan tingginya motivasi individu untuk memperkembangkan diri.
Keadaan yang kurang menguntungkan ialah apabila salah satu dari dua faktor pembawaan dan lingkungan kurang baik. Pembawaannya cukup baik tetapi lingkungannya kurang menunjang, dan sebaliknya, lingkungan memuaskan tetapi pembawaannya rendah. Tetapi keadaan yang seperti itu masih lebih baik dibandingkan kalau kedua faktor lemah, pembawaan tidak dapat diharapkan dan lingkungannya pun mengecewakan. Keadaan pembawaan dan lingkungan seorang individu dapat diketahui melalui penerapan instrumensi konseling (baik tes maupun non tes) yang dipergunakan oleh konselor. Pemahaman tentang faktor-faktor pembawaan itu perlu mendapat perhatian utama. Lebih dari itu, konselor perlu menyikapi kondisi pembawaan dan lingkungan sarana layanannya secara dinamis. Artinya, konselor memandang apa-apa yang terdapat di dalam pembawaan sebagai modal atau aset yang harus ditumbuh-kembangkan secara optimal. Modal yang dibawa sejak lahir itu (betapapun kecil atau rendahnya modal itu) bukanlah barang mati atau boleh dibiarkan begitu saja, melainkan sesuatu yang menuntut pengolahan sekuat-kuatnya bagi pemiliknya dan orang lain. Penumbuh-kembangan atau pengolahan pembawaan itu adalah melalui lingkungan. Oleh karena itu lingkungan perlu setiap kali ditata dan diperbagus sesuai dengan tuntunan yang wajar bagi penumbuh-kembangan pembawaan itu. Justru menjadi pokok konselorlah untuk memahami sebesar apa modal yang dimiliki oleh klien dan mengupayakan pengaturan lingkungan bagi pengembangan modal itu sambil meningkatkan motivasi klien untuk berbuat searah dengan penumbuh-kembangan modalnya itu.
C. Psikologi dalam Meningkatkan kegiatan Belajar Individu, Memberikan Balikan, dan Penguatan
Belajar merupakan suatu konsep yang amat mendasar dari psikologi. Peristiwa belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingkat tinggi. Topik tentang belajar menjadi materi dasar dan pokok dari pembahasan psikologi, bahkan menjadi inti dalam paparan tentang persepsi dan berpikir; kemampuan dan imajinasi, beragumentasi, dan menilai/mempertimbangkan; sikap, ciri-ciri kepribadian, dan sistem nilai; serta perkembangan dan organisasi kegiatan yang membentuk kepribadian individu (Marx & Bunch, 1997).
Adalah wajar bahwa belajar mendominasi materi psikologi, karena belajar merupakan salah satu keunggulan manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Hanya manusialah makhluk yang belajar. Sejak seorang manusia dilahirkan ia terus menerus belajar: belajar makan, belajar berbicara, berjalan, berkelahi, bersopan-santun, beribadah, mengendalikan diri, mengelabui orang lain, memecahkan masalah, menyenangkan orang lain, menjinakkan kuda, dan sebagainya. Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan mampu mempertahankan dan mengembangkan dirinya; dan dengan belajar itulah manusia, baik sebagai individu maupun kelompok, mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan sesuatu yang baru itulah tujuan belajar, dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan. Pertama, bahwa terjadinya perubahan dan/atau tercapainya sesuatu yang baru pada diri individu itu tidak berlangsung dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan. Dengan kata lain, pencapaian sesuatu yang baru itu merupakan hasil usaha. Apabila suatu perubahan atau sesuatu yang baru terjadi pada diri individu, tetapi berlangsungnya perubahan itu tanpa disengaja atau diupayakan, maka perubahan atau sesuatu yang baru itu bukanlah hasil belajar, melainkan suatu yang berlangsung secara kebetulan atau hasil pertumbuhan/perkembangan yang berupa kematangan.
Kedua, bahwa proses belajar tidak terjadi di dalam kekosongan, melainkan untuk terjadinya proses belajar diperlukan semacam ”prasyarat”, apabila prasyarat itu belum ada maka mustahillah terjadi proses belajar. Prasyarat tersebut dapat berupa hasil kematangan ataupun hasil belajar yang terdahulu. Agar seorang anak dapat mulai belajar berjalan, maka tulang dan otot-otot anak itu terlebih dahulu harus cukup kuat menopang barat badannya. Belajar berbicara pada anak-anak harus didahului dengan kesiapan organ-organ bicara pada anak itu. Kekuatan tulang dan otot serta kesiapan organ-organ bicara itu merupakan kematangan fisik yang merupakan prasyarat bagi upaya belajar pada anak. Lebih jauh, apabila seorang anak hendak belajar berhitung, terlebih dahulu ia harus memahami konsep tentang angka sebagai prasyarat belajar berhitung itu; untuk belajar suatu rumus matematika harus terlebih dahulu memahami rumus-rumus yang lebih rendah yang mendasarinya; untuk belajar berdagang yang paling awal harus dikuasai konsep-konsep tentang uang, modal, komoditi, untung dan rugi; untuk belajar filsafat harus terlebih dahulu mampu berpikir dan berbahasa secara lurus dan benar, untuk belajar keterampilan yang lebih tinggi seperti gerak-gerak psikomotorik, olah raga, latihan bela diri diperlukan keterampilan-keterampilan yang mendahuluinya; dan sebagainya. Demikianlah prasyarat-prasyarat mental-fisik, baik berupa kematangan maupun hasil belajar diperlukan bagi berlangsungnya upaya belajar sebagaimana diharapkan.
Ketiga, hasil belajar yang diharapkan adalah sesuatu yang baru, baik dalam kawasan kognitif, afektif, konotatif, maupun psikomotoris/keterampilan. Hasil yang merupakan sesuatu yang baru akan memberikan nilai tambah bagi individu yang belajar. Sesudah seseorang belajar secara berhasil, maka ia memperoleh sesuatu yang menjadikan dirinya lebih maju, lebih berkembang, lebih kaya dari pada keadaan sebelum belajar. Dalam kaitan itu, dipertanyakan tentang upaya mengulang pelajaran. Kegiatan mengulang pelajaran kembali bahan lama yang pernah dipelajarinya. Bagaimanakah hasilnya? Adakah sesuatu yang baru didapat oleh orang itu? Kalau tidak, artinya hasilnya persis sama saja dengan apa yang telah diketahui/dipahami/dicapai sebelumnya, maka kegiatan mengulang pelajaran itu sebenarnya percuma saja, membuang-buang waktu, tenaga dan kesempatan belaka. Orang yang mengulang pelajaran dengan hasil seperti itu dapat dikatakan tidak belajar. Ia tidak memperoleh sesuatu yang baru; nilai tambah dari kegiatannya itu tidak diperdapatnya. Sebaliknya, apabila dengan mengulang pelajaran itu ia teringat kembali hal-hal yang telah terlupakan dari materi yang pernah dipelajarinya itu, memahami secara lebih mantap, lebih mampu mengembangkan, dan memperoleh nilai-nilai tambah lainnya berkenaan dengan materi-materi lama yang dipelajari kembali itu, jelaslah kegiatan mengulang pelajaran seperti itu dapat disebut belajar.
Keempat, kegiatan belajar sering kali memerlukan sejumlah sarana, baik berupa peralatan maupun suasana hati dan hubungan sosio-emosional. Sarana peralatan dapat berbentuk buku, alat-alat latihan, alat-alat peraga, peralatan elektronik, peralatan komunikasi, dan berbagai alat bantu belajar lainnya. Ketersediaan dan pemanfaatan yang optimal dari berbagai sarana tersebut akan lebih memungkinkan tercapainya hasil belajar yang optimal pula. Suasana hati dan hubungan emosional yang kondusif, yang artinya cukup mengenakkan sehingga di suatu segi tidak ada hal-hal yang menghambat dan di segi lain justru mendorong berlangsungnya perbuatan belajar, akan lebih memungkinkan lagi tercapainya hasil belajar yang diimpikan. Suasana hati dan hubungan sosio-emosional itu terkait langsung dengan persepsi dan reaksi-reaksi individu yang belajar terhadap lingkungannya dan terhadap hubungan-hubungan antar orang yang ada di lingkungan. Suasana hati yang resah dan gelisah serta hubungan sosio-emosional yang tidak aman dan saling menekan akan memberikan dampak negatif terhadap berlangsungnya kegiatan belajar; sebaliknya suasana hati yang nyaman dan tentram disertai kedamaian dan saling sokong menyokong di antara orang-orang yang ada di lingkungan akan memberikan tunjungan yang positif.
Keadaan sebagaimana tersebut pada butir keempat sangat erat kaitannya dengan motivasi individu untuk melaksanakan kegiatan belajr, baik motivasi intrinsik, ekstrinsik, maupun ibadah. Sarana yang memadai serta suasana hati dan hubungan sosio-emosionl yang kondusif akan lebih memungkinkan berkembangnya motivasi intrinsik dalam belajar. Pada tingkatannya yang lebih tinggi motivasi dapat menyertai kegiatan belajar dalam suasana penuh hasrat untuk mencapai niai tambah yang sebesar-besarnya.
Kelima, hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar hendaknya dapat diketahui dan diukur, baik oleh individu yang belajar maupun oleh orang lain. Pengetahuan tentang hasil belajar baik yang diketahui sendiri maupun yang berasal dari orang lain merupakan balikan atau feedback bagi individu yang belajar, terutama tentang sampai berapa jauh kesuksesannya dalam upaya belajar itu. Lebih jauh, bertolak dari keadaan hasil belajar yang dicapainya itu individu yang bersangkutan dapat mengkaji proses belajar yang telah dijalaninya misalnya tentang dimana letak kekuatan dan kelemahannya, hal-hal yang menunjang dan menghambat dan upaya tindak lanjut apa yang perlu dilaksanakan. Adanya balikan seperti itu amat dipelukan oleh individu yang belajar agar ia dapat mengadakan perhitungan tentang upaya belajar yang dilaksanakannya itu dan hasil-hasilnya serta upaya kelanjutannya.
Keenam, upaya belajar merupakan upaya yang berkesinambungan. Bahkan dikatakan bahwa kehidupan manusi sepanjang hayatnya, terutama kehidupan yang normal – dinamis – produktif, dipenuhi oleh upaya belajar. Kegiatan belajar tidak terbatas oleh waktu, tempat, keadaan, dan objek yang dipelajari, ataupun oleh usia. Upaya belajar dikehendaki berlangsung terus-menerus, sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan individu yang bersangkutan. Untuk keperluan itu, individu memerlukan penguatan. Dengan penguatan individu terdorong untuk setiap kali mengulangi lagi perbuatan belajarnya. Apabila penguatan itu sering dilakukan, besar kemungkinan individu yang diberi penguatan itu akan melanjutkan, atau bahkan meningkatkan upaya belajarnya, sampai ia memiliki kebiasaan belajar yang baik.
Pemberian penguatan dilakukan memakai pernyataan berkenaan dengan hal-hal yang positif yang ada pada diri individu, khususnya bekenaan dengan kegiatan belajarnya itu; misalnya pernyataan tentang motivasi belajarnya cukup tinggi, hasil belajarnya bagus, caranya menjawab soal-soal cermat, bahasanya lancar, pekerjaannya rapi, dan sebagainya. Pernyataan positif seperti itu diharapkan mendorong tumbuhnya rasa puas, rasa diri mampu bekerja dan mampu mencapai nilai tambah serta menghasilkan sesuatu yang berguna, sehingga ia terdorong untuk mengulangi kegiatan yang menghasilkan dampak positif itu. Apabila hal itu terjadi maka upaya pemberian penguatan menampakkan hasilnya.
Berbagai model belajar telah dikembangkan oleh para ahli, antara lain model belajar yang didasarkan pada teori pembiasaan dan keterpaduan (conditioning dan connectionisme theories), teori gestalt (gestalt theories), teori perkembangan kognisi (information processing theories), proses peniruan (social learning theory). Teori-teori itu perlu dikenal oleh konselor dan dipahami berbagai kemungkinan penerapannya bagi pengembangan kegiatan belajar klien. Model-model konseling pada umumnya telah memadukan ke dalam masing-masing model itu teori belajar tertentu dari model konseling yang dimaksudkan.
Pada umumnya sekolah formal di Indonesia tidak di pimpin dengan latar belakang pendidikan psikologi, tetapi tidak berarti mereka tidak belajar pengetahuan yang terkait dengan pendidikan psikologi.
Yang menjadi masalah kita bahwa dalam pendayagunaan sumber daya manusia dalam komunitas pendidikan, dimana beban kerja bukanlah sesuatu kegiatan yang menyenangkan dalam menghadapi beragam sikap dan perilaku anak didik, oleh karena itu diperlukan seorang psikolog yang dapat bertindak sebagai konsultan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melaksanakan bimbingan konseling.
Dari pengalaman menunjukkan pula situasi dimana menjadi masalah bagi pendidik dengan adanya jurang kesenjangan antara beban kerja dengan hasil kerja yang mendorong pentingnya keberadaan seorang psikolog sebagai penasehat dalam hal :
1. Realita yang menunjukkan pendapatan dari seorang pendidik yang tidak sebanding dengan beban tanggung jawab atas menumbuh kembangkan kemampuan anak didik menemukan tentang jati dirinya ;
2. Seharusnya ada dorong dari kepemimpinan puncak sekolah untuk memikirkan masalah-masalah anak didik dengan bantuan tenaga ahli dalam psikologi ;
3. Realita juga menggambarkan ketidakpastian karir masa depan dalam komunitas pendidikan yang berdampak menjadi tidak bahagia dalam kehidupan.
Bertolak dari dari gambaran singkat diatas, seorang pemimpin dalam komunitas pendidikan untuk mencapai keberhasilannya dalam meningkatkan kebiasaan anak didik yang produktif, maka harus ada keberanian pimpinan puncak sekolah untuk menarik seorang yang ahli dalam bidang psikologi untuk membantu dalam menjalankan peran pendidik dalam kaitan dengan kerjanya, karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk menjalankan konseling dan menjadi seorang konselor.
Yang perlu diingat bahwa setiap pendidik harus mampu menjalankan pekerjaan konseling walaupun ia bukan ahli psikologi karena keterampilan dalam bidang ini dimana setiap orang mampu meningkatkannya sepanjang yang bersangkutan mau meningkatkan pemanfaatan pikiran untuk tumbuh dan berkembang sehingga ia terus berusaha untuk ingin tahu dari yang tidak tahu dengan meningkatkan kebiasaan yang produktif dalam usaha menjadi konselor non-profesional, yang setiap waktu ia mampu melibatkan diri dalam mnghadapi masalah anak didik.